Perdarahan Pasca Persalinan
Definisi
Perdarahan pasca persalinan atau perdarahan post partum adalah perdarahan melebihi 500 ml yang terjadi setelah bayi lahir.
Kehilangan
darah pasca persalinan seringkali
diperhitungkan secara lebih rendah dengan perbedaan 30-50%. Kehilangan darah setelah persalinan per vaginam
rata-rata 500 ml, dengan 5% ibu mengalami perdarahan > 1000 ml. Sedangkan kehilangan darah pasca persalinan dengan bedah
sesar rata-rata 1000 ml.
Perkembangan terkini, perdarahan pasca persalinan didefinisikan
sebagai 10% penurunan hematokrit sejak masuk
atau perdarahan yang
memerlukan transfusi darah.
Klasifikasi Klinis
1)
Perdarahan Pasca Persalinan Dini (Early
Postpartum Haemorrhage, atau Perdarahan Postpartum Primer, atau Perdarahan
Pasca Persalinan Segera). Perdarahan pasca persalinan primer terjadi dalam 24
jam pertama. Penyebab utama perdarahan pasca persalinan primer adalah atonia
uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio
uteri. Terbanyak dalam 2 jam pertama.
2)
Perdarahan masa nifas (PPH kasep atau
Perdarahan Persalinan Sekunder atau Perdarahan Pasca Persalinan Lambat, atau
Late PPH). Perdarahan pascapersalinan sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. Perdarahan pasca
persalinan sekunder sering diakibatkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik,
atau sisa plasenta yang tertinggal.
Gejala Klinis
Gejala
klinis berupa pendarahan pervaginam yang terus-menerus setelah bayi lahir.
Kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan tanda-tanda syok yaitu penderita
pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin,
dan lain-lain. Penderita tanpa disadari dapat kehilangan banyak darah sebelum
ia tampak pucat bila pendarahan tersebut sedikit dalam waktu yang lama.
Etiologi
Banyak faktor potensial yang dapat menyebabkan hemorrhage
postpartum, faktor-faktor yang menyebabkan hemorrhage postpartum adalah atonia
uteri, perlukaan jalan lahir, retensio plasenta, sisa plasenta, kelainan pembekuan
darah.
1)
Atonia
uteri
Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus gagal untuk
berkontraksi dan mengecil sesudah janin keluar dari rahim. Perdarahan
postpartum secara fisiologis di control oleh kontraksi serat-serat myometrium
terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat
perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi ketika myometrium tidak dapat
berkontraksi. Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan lembek
pada palpusi. Atonia uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III
persalinan, dengan memijat uterus dan mendorongnya kebawah dalam usaha
melahirkan plasenta, sedang sebenarnya bukan terlepas dari uterus. Atonia uteri
merupakan penyebab utama perdarahan postpartum. Disamping menyebabkan kematian,
perdarahan postpartum memperbesar kemungkinan infeksi puerperal karena daya
tahan penderita berkurang. Perdarahan yang banyak bisa menyebabkan “ Sindroma
Sheehan “ sebagai akibat nekrosis pada hipofisis pars anterior sehingga terjadi
insufiensi bagian tersebut dengan gejala : astenia, hipotensi, dengan anemia,
turunnya berat badan sampai menimbulkan kakeksia, penurunan fungsi seksual dengan
atrofi alat-alat genital, kehilangan rambut pubis dan ketiak, penurunan
metabolisme dengan hipotensi, amenorea dan kehilangan fungsi laktasi.
Beberapa
hal yang dapat mencetuskan terjadinya atonia meliputi :
Ø Manipulasi uterus yang berlebihan,
Ø General anestesi (pada persalinan dengan operasi ),
Ø Uterus yang teregang berlebihan :
a.
Kehamilan
kembar
b.
Fetal
macrosomia ( berat janin antara 4500 – 5000 gram )
c.
polyhydramnion
Ø Kehamilan lewat waktu,
Ø Portus lama
Ø Grande multipara ( fibrosis otot-otot uterus ),
Ø Anestesi yang dalam
Ø Infeksi uterus ( chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia ),
Ø Plasenta previa,
Ø Solutio plasenta,
2)
Tissue
a. Retensio plasenta
b. Sisa plasenta
c. Plasenta acreta dan variasinya.
Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir, hal
itu dinamakan retensio plasenta. Hal ini bisa disebabkan karena : plasenta belum
lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan.
Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perarahan, tapi apabila terlepas
sebagian maka akan terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk
mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena :
- Kontraksi uterus kurang
kuat untuk melepaskan plasenta ( plasenta adhesiva )
- Plasenta melekat erat pada
dinding uterus oleh sebab vilis komalis menembus desidva sampai miometrium –
sampai dibawah peritoneum ( plasenta akreta – perkreta ) Plasenta yang sudah
lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar disebabkan oleh tidak adanya
usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III. Sehingga terjadi
lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya
plasenta ( inkarserasio plasenta ). Sisa plasenta yang tertinggal merupakan
penyebab 20-25 % dari kasus perdarahan postpartum. Penemuan Ultrasonografi
adanya masa uterus yang echogenic mendukung diagnosa retensio sisa plasenta.
Hal ini bisa digunakan jika perdarahan beberapa jam setelah persalinan ataupun
pada late postpartum hemorraghe. Apabila didapatkan cavum uteri kosong tidak
perlu dilakukan dilatasi dan curettage.
3)
Trauma
Sekitar 20% kasus hemorraghe postpartum disebabkan oleh trauma
jalan lahir
a. Ruptur uterus
b. Inversi uterus
c. Perlukaan jalan lahir
d. Vaginal hematom
Ruptur spontan uterus jarang terjadi, faktor resiko yang bisa
menyebabkan antara lain grande multipara, malpresentasi, riwayat operasi uterus
sebelumnya, dan persalinan dengan induksi oxytosin. Repture uterus sering terjadi
akibat jaringan parut section secarea sebelumnya. Laserasi dapat mengenai
uterus, cervix, vagina, atau vulva, dan biasanya terjadi karena persalinan
secara operasi ataupun persalinan pervaginam dengan bayi besar, terminasi
kehamilan dengan vacuum atau forcep, walau begitu laserasi bisa terjadi pada
sembarang persalinan. Laserasi pembuluh darah dibawah mukosa vagina dan vulva
akan menyebabkan hematom, perdarahan akan tersamarkan dan dapat menjadi
berbahaya karena tidak akan terdeteksi selama beberapa jam dan bisa menyebabkan
terjadinya syok. Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihan jika
mengenai artery atau vena yang besar, jika episitomi luas, jika ada penundaan
antara episitomi dan persalinan, atau jika ada penundaan antara persalinan dan perbaikan
episitomi. Perdarahan yang terus terjadi ( terutama merah menyala ) dan
kontraksi uterus baik akan mengarah pada perdarahan dari laserasi ataupun
episitomi. Ketika laserasi cervix atau vagina diketahui sebagai penyebab
perdarahan maka repair adalah solusi terbaik. Pada inversion uteri bagian atas
uterus memasuki kovum uteri, sehingga tundus uteri sebelah dalam menonjol
kedalam kavum uteri. Peristiwa ini terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera
setelah plasenta keluar.
Inversio
uteri dapat dibagi :
- Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri tetapi belum keluar
dari ruang tersebut.
- Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina.
- Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar
terletak diluar vagina. Tindakan yang dapat menyebabkan inversion uteri ialah
perasat crede pada korpus uteri yang tidak berkontraksi baik dan tarikan pada
tali pusat dengan plasenta yang belum lepas dari dinding uterus. Pada penderita
dengan syok perdarahan dan fundus uteri tidak ditemukan pada tempat yang lazim
pada kala III atau setelah persalinan selesai. Pemeriksaan dalam dapat menunjukkan
tumor yang lunak diatas servix uteri atau dalam vagina. Kelainan tersebut dapat
menyebabkan keadaan gawat dengan angka kematian tinggi ( 15 – 70 % ). Reposisi
secepat mungkin memberi harapan yang terbaik untuk keselamatan penderita.
4) Thrombin : Kelainan pembekuan darah
Gejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit
keturunan ataupun didapat, kelainan pembekuan darah bisa berupa :
o
Hipofibrinogenemia,
o
Trombocitopeni,
o
Idiopathic
thrombocytopenic purpura,
o
HELLP
syndrome ( hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet count ),
o
Disseminated
Intravaskuler Coagulation,
o
Dilutional
coagulopathy bisa terjadi pada transfusi darah lebih dari 8 unit karena darah
donor biasanya tidak fresh sehingga komponen fibrin dan trombosit sudah rusak.
Faktor Resiko
Riwayat hemorraghe postpartum pada persalinan sebelumnya merupakan
faktor resiko paling besar untuk terjadinya hemorraghe postpartum sehingga
segala upaya harus dilakukan untuk menentukan keparahan dan penyebabnya.
Beberapa faktor lain yang perlu kita ketahui karena dapat menyebabkan
terjadinya hemorraghe postpartum :
1.
Grande multipara
2.
Perpanjangan persalinan
3.
Chorioamnionitis
4.
Kehamilan multiple
5.
Injeksi Magnesium sulfat
6.
Perpanjangan pemberian oxytocin
Diagnosa
Hemorraghe postpartum digunakan untuk persalinan dengan umur kehamilan
lebih dari 20 minggu, karena apabila umur kehamilan kurang dari 20 minggu
disebut sebagai aborsi spontan.
Beberapa gejala yang bisa
menunjukkan hemorraghe postpartum :
1. Perdarahan yang tidak dapat dikontrol
2. Penurunan tekanan darah
3. Peningkatan detak jantung
4. Penurunan hitung sel darah merah ( hematocrit )
5. Pembengkakan dan nyeri pada jaringan daerah vagina dan sekitar perineum
Perdarahan hanyalah gejala, penyebabnya haruslah diketahui dan ditatalaksana
sesuai penyebabnya.
Perdarahan postpartum dapat berupa perdarahan yang hebat dan
menakutkan sehingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam keadaan syok.
Atau dapat berupa perdarahan yang merembes perlahan-lahan tapi terjadi terus
menerus sehingga akhirnya menjadi banyak dan menyebabkan ibu lemas ataupun
jatuh kedalam syok. Pada perdarahan melebihi 20% volume total, timbul gejala
penurunan tekanan darah, nadi dan napas cepat, pucat, extremitas dingin, sampai
terjadi syok. Pada perdarahan sebelum plasenta lahir biasanya disebabkan
retensio plasenta atau laserasi jalan lahir, bila karena retensio plasenta maka
perdarahan akan berhenti setelah plasenta lahir. Pada perdarahan yang terjadi
setelah plasenta lahir perlu dibedakan sebabnya antara atonia uteri, sisa
plasenta, atau trauma jalan lahir. Pada pemeriksaan obstretik kontraksi uterus
akan lembek dan membesar jika ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik
dilakukan eksplorasi untuk mengetahui adanya sisa plasenta atau laserasi jalan
lahir.
Berikut langkah-langkah sistematik
untuk mendiagnosa perdarahan postpartum
1. Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus
uteri
2. Memeriksa plasenta dan ketuban : apakah lengkap atau tidak
3. Lakukan ekplorasi kavum uteri untuk mencari :
a.
Sisa plasenta dan ketuban
b.
Robekan rahim
c.
Plasenta succenturiata
4. Inspekulo : untuk melihat robekan pada cervix, vagina, dan
varises yang pecah.
5. Pemeriksaan laboratorium : bleeding time, Hb, Clot Observation
test dan lain-lain.
Pencegahan dan Manajemen
1.
Pencegahan Perdarahan Postpartum
· Perawatan masa kehamilan
Mencegah
atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang disangka akan
terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan
sewaktu bersalin tetapi sudah dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan
antenatal care yang baik. Menangani anemia dalam kehamilan adalah penting,
ibu-ibu yang mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan postpartum sangat dianjurkan
untuk bersalin di rumah sakit.
·
Persiapan
persalinan
Di
rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb, golongan darah,
dan bila memungkinkan sediakan donor darah dan dititipkan di bank darah.
Pemasangan cateter intravena dengan lobang yang besar untuk persiapan apabila
diperlukan transfusi. Untuk pasien dengan anemia berat sebaiknya langsung
dilakukan transfusi. Sangat dianjurkan pada pasien dengan resiko perdarahan
postpartum untuk menabung darahnya sendiri dan digunakan saat persalinan.
· Persalinan
Setelah
bayi lahir, lakukan massae uterus dengan arah gerakan circular atau maju mundur
sampai uterus menjadi keras dan berkontraksi dengan baik. Massae yang
berlebihan atau terlalu keras terhadap uterus sebelum, selama ataupun sesudah
lahirnya plasenta bias mengganggu kontraksi normal myometrium dan bahkan
mempercepat kontraksi akan menyebabkan kehilangan darah yang berlebihan dan memicu
terjadinya perdarahan postpartum.
·
Kala
tiga dan Kala empat
·
Uterotonica
dapat diberikan segera sesudah bahu depan dilahirkan. Study memperlihatkan
penurunan insiden perdarahan postpartum pada pasien yang mendapat oxytocin
setelah bahu depan dilahirkan, tidak didapatkan peningkatan insiden terjadinya
retensio plasenta. Hanya saja lebih baik berhati-hati pada pasien dengan
kecurigaan hamil kembar apabila tidak ada USG untuk memastikan. Pemberian
oxytocin selama kala tiga terbukti mengurangi volume darah yang hilang dan
kejadian perdarahan postpartum sebesar 40%.
·
Pada
umumnya plasenta akan lepas dengan sendirinya dalam 5 menit setelah bayi lahir.
Usaha untuk mempercepat pelepasan tidak ada untungnya justru dapat menyebabkan
kerugian. Pelepasan plasenta akan terjadi ketika uterus mulai mengecil dan mengeras,
tampak aliran darah yang keluar mendadak dari vagina, uterus terlihat menonjol
ke abdomen, dan tali plasenta terlihat bergerak keluar dari vagina. Selanjutnya
plasenta dapat dikeluarkan dengan cara menarik tali pusat secra hati-hati. Segera
sesudah lahir plasenta diperiksa apakah lengkap atau tidak. Untuk “ manual
plasenta “ ada perbedaan pendapat waktu dilakukannya manual plasenta. Apabila
sekarang didapatkan perdarahan adalah tidak ada alas an untuk menunggu pelepasan
plasenta secara spontan dan manual plasenta harus dilakukan tanpa ditunda lagi.
Jika tidak didapatkan perdarahan, banyak yang menganjurkan dilakukan manual
plasenta 30 menit setelah bayi lahir. Apabila dalam pemeriksaan plasenta kesan
tidak lengkap, uterus terus di eksplorasi untuk mencari bagian-bagian kecil
dari sisa plasenta.
·
Lakukan
pemeriksaan secara teliti untuk mencari adanya perlukaan jalan lahir yang dapat
menyebabkan perdarahan dengan penerangan yang cukup. Luka trauma ataupun episiotomy
segera dijahit sesudah didapatkan uterus yang mengeras dan berkontraksi dengan
baik.
2. Manajemen Perdarahan Postpartum
Tujuan
utama pertrolongan pada pasien dengan perdarahan postpartumadalah menemukan dan
menghentikan penyebab dari perdarahan secepat mungkin. Terapi pada pasien
dengan hemorraghe postpartum mempunyai 2 bagian pokok :
a. Resusitasi dan
manajemen yang baik terhadap perdarahan Pasien dengan hemorraghe postpartum
memerlukan penggantian cairan dan pemeliharaan volume sirkulasi darah ke organ
– organ penting. Pantau terus perdarahan, kesadaran dan tanda-tanda vital pasien.
Pastikan dua kateler intravena ukuran besar (16) untuk memudahkan pemberian
cairan dan darah secara bersamaan apabila diperlukan resusitasi cairan cepat.
Pemberian cairan : berikan normal saline atau ringer lactate
Transfusi darah : bisa berupa whole blood ataupun packed red cell
Evaluasi pemberian cairan dengan memantau produksi urine
(dikatakan perfusi cairan ke ginjal adekuat bila produksi urin dalam 1jam 30 cc
atau lebih)
b. Manajemen
penyebab hemorraghe postpartum
Tentukan
penyebab hemorraghe postpartum :
Atonia uteri
Periksa ukuran dan tonus uterus dengan meletakkan satu tangan di
fundus uteri dan lakukan massase untuk mengeluarkan bekuan darah di uterus dan
vagina. Apabila terus teraba lembek dan tidak berkontraksi dengan baik perlu dilakukan
massase yang lebih keras dan pemberian oxytocin. Pengosongan kandung kemih bisa
mempermudah kontraksi uterus dan memudahkan tindakan selanjutnya. Lakukan
kompres bimanual apabila perdarahan masih berlanjut, letakkan satu tangan di
belakang fundus uteri dantangan yang satunya dimasukkan lewat jalan lahir dan ditekankan
pada fornix anterior. Pemberian uterotonica jenis lain dianjurkan apabila
setelah pemberian oxytocin dan kompresi bimanual gagal menghentikan perdarahan,
pilihan berikutnya adalah ergotamine.
Sisa plasenta
Apabila kontraksi uterus jelek atau kembali lembek setelah kompresi
bimanual ataupun massase dihentikan, bersamaan pemberian uterotonica lakukan
eksplorasi. Beberapa ahli menganjurkan eksplorasi secepatnya, akan tetapi hal
ini sulit dilakukan tanpa general anestesi kecuali pasien jatuh dalam syok.
Jangan hentikan pemberian uterotonica selama dilakukan eksplorasi. Setelah
eksplorasi lakukan massase dan kompresi bimanual ulang tanpa menghentikan
pemberian uterotonica. Pemberian antibiotic spectrum luas setelah tindakan
ekslorasi dan manual removal. Apabila perdarahan masih berlanjut dan kontraksi
uterus tidak baik bisa dipertimbangkan untuk dilakukan laparatomi. Pemasangan
tamponade uterrovaginal juga cukup berguna untuk menghentikan perdarahan selama
persiapan operasi
Trauma jalan lahir
Perlukaan jalan lahir sebagai penyebab pedarahan apabila uterus
sudah berkontraksi dengan baik tapi perdarahan terus berlanjut. Lakukan
eksplorasi jalan lahir untuk mencari perlukaan jalan lahir dengan penerangan
yang cukup. Lakukan reparasi penjahitan setelah diketahui sumber perdarahan, pastikan
penjahitan dimulai diatas puncak luka dan berakhir dibawah dasar luka. Lakukan
evaluasi perdarahan setelah penjahitan selesai. Hematom jalan lahir bagian
bawah biasanya terjadi apabila terjadi laserasi pembuluh darah dibawah mukosa, penetalaksanaannya
bisa dilakukan incise dan drainase. Apabila hematom sangat besar curigai sumber
hematom karena pecahnya arteri, cari dan lakukan ligasi untuk menghentikan perdarahan.
Gangguan pembekuan darah
Jika manual eksplorasi telah menyingkirkan adanya ruptureuteri,
sisa plasenta dan perlukaan jalan lahir disertai kontraksi uterus yang baik mak
kecurigaan penyebab perdarahan adalah gangguan pembekuan darah. Lanjutkan
dengan pemberian product darah pengganti ( trombosit,fibrinogen).
Terapi pembedahan
o Laparatomi
Pemilihan jenis irisan vertical ataupun horizontal (Pfannenstiel)
adalah tergantung operator. Begitu masuk bersihkan darah bebas untuk memudahkan
mengeksplorasiuterus dan jaringan sekitarnya untuk mencari tempat rupture uteri
ataupun hematom. Reparasi tergantung tebal tipisnya rupture. Pastikan reparasi
benarbenar menghentikan perdarahan dan tidak ada perdarahan dalam karena hanya
akan menyebabkan perdarahan keluar lewat vagina. Pemasangan drainase apabila
perlu. Apabila setelah pembedahan ditemukan uterus intact dan tidak ada
perlukaan ataupun rupture lakukan kompresi bimanual disertai pemberian
uterotonica.
o Ligasi arteri
o
Ligasi uteri
uterine
Prosedur sederhana dan efektif menghentikan perdarahan yang berasal
dari uterus karena uteri ini mensuplai 90% darah yang mengalir ke uterus. Tidak
ada gangguan aliran menstruasi dan kesuburan.
o
Ligasi arteri
ovarii
Mudah dilakukan tapi kurang sebanding dengan hasil yang diberikan
o
Ligasi arteri
iliaca interna
Efektif mengurangi perdarahan yany bersumber dari semua traktus
genetalia dengan mengurangi tekanan darah dan circulasi darah sekitar pelvis. Apabila
tidak berhasil menghentikan perdarahan, pilihan berikutnya adalah histerektomi.
o Histerektomi
Merupakan tindakan curative dalam menghentikan perdarahan yang
berasal dari uterus. Total histerektomi dianggap lebih baik dalam kasus ini
walaupun subtotal histerektomi lebih mudah dilakukan, hal ini disebabkan subtotal
histerektomi tidak begitu efektif menghentikan perdarahan apabila berasal dari
segmen bawah rahim, servix,fornix vagina.
Referensi
pemberian uterotonica :
1.
Pitocin
a.
Onset in 3 to 5 minutes
b.
Intramuscular : 10-20 units
c.
Intravenous : 40 units/liter at 250 cc/hour
2.
Ergotamine ( Methergine )
a.
Dosing : 0.2 mg IM or PO every 6-8 hour
b.
Onset in 2 to 5 minutes
c.
Kontraindikasi
Hypertensi
Pregnancy Induced hypertntion
hypersensitivity
3.
Prostaglandin ( Hemabate )
a.
Dosing : 0.25 mg Intramuscular or intra – myometrium
b.
Onset < 5 minutes
c.
Administer every 15 minutes to maximum of 2 mg
4. Misoprostol 600 mcg PO or PR